Saudariku, Inilah Kemuliaanmu!
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan syariat Islam yang lengkap dan sempurna, serta terjamin keadilan dan kebenarannya. Allah ‘Azza wa jalla berfirman,
وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Telah sempurnalah kalimat Rabbmu
(al-Qur’an), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat
merubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. al-An’aam: 115)

Di antara bentuk keadilan syariat Islam
ini adalah dengan tidak membedakan antara satu bangsa/suku dengan
bangsa/suku lainnya, demikian pula satu jenis (laki-laki atau perempuan)
dengan jenis lainnya, kecuali dengan iman dan takwa kepada Allah.
.Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ
مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ
خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujuraat: 13)
Dalam ayat lain Dia berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ
أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh,
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia),
dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat)
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS.
an-Nahl: 97)
Juga dalam firman-Nya,
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ
“Maka Allah memperkenankan permohonan
mereka (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal
orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun
perempuan, (karena) sebagian kamu adalah dari sebagian yang lain.” (QS. Ali ‘Imraan: 195)
Apresiasi Islam Terhadap Kaum Perempuan
Sungguh agama Islam sangat menghargai dan
memuliakan kaum permpuan, dengan menetapkan hukum-hukum syariat yang
khusus bagi mereka, serta menjelaskan hak dan kewajiban mereka dalam
Islam, yang semua itu bertujuan untuk menjaga dan melindungi kehormatan
dan kemuliaan mereka.(Lihat kitab al-Mar’ah, Baina Takriimil Islam wa Da’aawat Tahriir (hal. 6))
Syaikh Shalih al-Fauzan berkata, “Wanita
muslimah memiliki kedudukan (yang agung) dalam Islam, sehingga
disandarkan kepadanya banyak tugas (yang mulia dalam Islam). Oleh karena
itu, Nabi selalu menyampaikan nasehat-nasehat yang khusus bagi kaum
wanita (misalnya dalam HR al-Bukhari (no. 3153) dan Muslim (no. 1468)),
bahkan beliau menyampaikan wasiat khusus tentang wanita dalam kutbah
beliau di Arafah (ketika haji wada’) (HR.Muslim (no. 1218)). Ini semua
menunjukkan wajibnya memberikan perhatian kepada kaum wanita di setiap
waktu. (Kitab at-Tanbiihaat ‘ala ahkaamin takhtashshu bil mu’minaat (hal. 5))
Di antara bentuk penghargaan Islam
terhadap kaum perempuan adalah dengan menyamakan mereka dengan kaum
laki-laki dalam mayoritas hukum-hukum syariat, dalam kewajiban bertauhid
kepada Allah, menyempurnakan keimanan, dalam pahala dan siksaan, serta
keumuman anjuran dan larangan dalam Islam. (Lihat keterangan syaikh Bakr
Abu Zaid dalam kitab Hiraasatul fadhiilah (hal. 17))
Adapun perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dalam beberapa hukum syariat, maka ini justru menunjukkan
kesempurnaan Islam, karena agama ini benar-benar mempertimbangkan
perbedaan kondisi laki-laki dan perempuan, untuk kemudian menetapkan
bagi kedua jenis ini hukum-hukum yang sangat sesuai dengan keadaan dan
kondisi mereka.
Inilah bukti bahwa syariat Islam
benar-benar ditetapkan oleh Allah Ta’ala, Zat Yang Maha Adil dan
Bijaksana, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang mendatangkan
kebaikan dan kemaslahatan bagi hamba-hamba-Nya. Allah berfirman,
أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
“Bukankah Allah yang menciptakan
(alam semesta beserta isinya) maha mengetahui (segala sesuatu)? Dan Dia
Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Mulk: 14)
Ini semua menunjukkan bahwa agama Islam
benar-benar ingin memuliakan kaum perempuan, karena Islam menetapkan
hukum-hukum yang benar-benar sesuai dengan kondisi dan kodrat mereka,
yang dengan mengamalkan semua itulah mereka akan mendapatkan kemuliaan
yang sebenarnya.
Ketika menjelaskan hikmah yang agung ini,
syaikh Bakr Abu Zaid berkata, “Allah, Dialah yang menetapkan dan
menakdirkan bahwa laki-laki tidak sama dengan perempuan, dalam ciri,
bentuk dan kekuatan fisik. Laki-laki memiliki fisik dan watak yang lebih
kuat, sedangkan perempuan lebih lemah dalam (kondisi) fisik maupun
wataknya…
Dua macam perbedaan inilah yang menjadi sandaran bagi sejumlah besar hukum-hukum syariat.
Allah Yang Maha Mengetahui (segala
sesuatu dengan terperinci) dengan hikmah-Nya yang tinggi telah
menetapkan adanya perbedaan dan ketidaksamaan antara laki-laki dengan
perempuan dalam sebagian hukum-hukum syariat, (yaitu) dalam tugas-tugas
yang sesuai dengan kondisi dan bentuk fisik, serta kemampuan
masing-masing dari kedua jenis tersebut (laki-laki dan perempuan) untuk
menunaikannya. (Demikian pula sesuai dengan) kekhususan masing-masing
dari keduanya pada bidangnya dalam kehidupan manusia, agar sempurna
(tatanan) kehidupan ini, dan agar masing-masing dari keduanya
menjalankan tugasnya dalam kehidupan ini.
Maka Allah mengkhususkan kaum laki-laki
dengan sebagian hukum syariat yang sesuai dengan kondisi, bentuk,
susunan dan ciri-ciri fisik mereka, (dan sesuai dengan) kekuatan,
kesabaran dan keteguhan mereka (dalam menjalankan hukum-hukum tersebut),
(juga sesuai dengan) semua tugas mereka di luar rumah dan usaha mereka
mencari nafkah untuk keluarga.
Sebagaimana Allah mengkhususkan kaum
perempuan dengan sebagian hukum syariat yang sesuai dengan kondisi,
bentuk, susunan dan ciri-ciri fisik mereka, (dan sesuai dengan)
terbatasnya kemampuan dan kelemahan mereka dalam menanggung (beban),
(juga sesuai dengan) semua tugas dan tanggung jawab mereka di dalam
rumah, dalam mengatur urusan rumah tangga, dan mendidik anggota keluarga
yang merupakan generasi (penerus) bagi umat ini di masa depan.
Dalam al-Qur’an, Allah menyebutkan ucapan istri ‘Imran,
وليسَ الذكَرُ كالأُنْثى
“Dan laki-laki tidaklah sama dengan perempuan” (QS. Ali ‘Imraan: 36)
Maha suci Allah yang milik-Nyalah segala
penciptaan dan perintah (dalam syariat Islam), dan (milik-Nyalah) segala
hukum dan pensyariatan.
أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ، تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Ketahuilah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam.” (QS. al-A’raaf: 54)
Inilah iradah (kehendak) Allah yang bersifat kauniyyah qadariyyah
(sesuai dengan takdir dan kodrat yang telah Allah tetapkan bagi semua
makhluk) dalam penciptaan, pembentukan rupa dan bakat (masing-masing
makhluk). Dan inilah iradah (kehendak)-Nya yang bersifat diniyyah syar’iyyah
(sesuai dengan ketentuan agama dan syariat yang dicintai dan
diridhai-Nya). Maka terkumpullah dua iradah (kehendak) Allah ini (dalam
hal ini) untuk (tujuan) kemaslahatan/kebaikan hamba-hamba-Nya,
kemakmuran alam semesta, dan keteraturan (tatanan) hidup pribadi, rumah
tangga, kelompok, serta seluruh masyarakat. (Kitab Hiraasatul Fadhiilah (hal. 18-20))
Beberapa contoh hukum-hukum syariat Islam yang menggambarkan pemuliaan dan penghargaan Islam terhadap kaum perempuan:
1. Kewajiban memakai jilbab (pakaian yang menutupi semua aurat secara sempurna bagi wanita ketika berada di luar rumah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ
وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ
جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ
اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin agar
hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka
tidak diganggu/disakiti. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS al-Ahzaab,59)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan
kewajiban memakai jilbab bagi wanita dan hikmah dari hukum syariat ini,
yaitu, “Supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak
diganggu/disakiti”.
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Ini
menunjukkan bahwa gangguan (bagi wanita dari orang-orang yang berakhlak
buruk) akan timbul jika wanita itu tidak mengenakan jilbab (yang sesuai
dengan syariat). Hal ini dikarenakan jika wanita tidak memakai jilbab,
boleh jadi orang akan menyangka bahwa dia bukan wanita yang ‘afifah
(terjaga kehormatannya), sehingga orang yang ada penyakit (syahwat)
dalam hatiya akan mengganggu dan menyakiti wanita tersebut, atau bahkan
merendahkan/melecehkannya… Maka dengan memakai jilbab (yang sesuai
dengan syariat) akan mencegah (timbulnya) keinginan-keinginan (buruk)
terhadap diri wanita dari orang-orang yang mempunyai niat buruk”. (Kitab
Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 489))
2. Kewajiban memasang hijab/tabir untuk melindungi perempuan dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya.
Allah berfirman menerangkan hikmah agung disyariatkannya hijab/tabir antara laki-laki dan perempuan,
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Dan apabila kamu meminta sesuatu
(keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari
belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati
mereka.” (QS. al-Ahzaab: 53)
Syaikh Muhammad bin Ibarahim Alu syaikh
berkata, “(Dalam ayat ini) Allah menyifati hijab/tabir sebagai kesucian
bagi hatinya orang-orang yang beriman, laki-laki maupun perempuan,
karena mata manusia kalau tidak melihat (sesuatu yang mengundang
syahwat, karena terhalangi hijab/tabir) maka hatinya tidak akan
berhasrat (buruk). Oleh karena itu, dalam kondisi ini hati manusia akan
lebih suci, sehingga (peluang) tidak timbulnya fitnah (kerusakan) pun
lebih besar, karena hijab/tabir benar-benar mencegah (timbulnya)
keinginan-keinginan (buruk) dari orang-orang yang ada penyakit (dalam)
hatinya”. (Kitab al-Hijaabu wa Fadha-iluhu (hal. 3))
3. Kewajiban wanita untuk menetap di dalam rumah dan hanya boleh keluar rumah jika ada kepentingan yang dibenarkan dalam agama. (Lihat kitab Hiraasatul Fadhiilah (hal. 53))
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ
تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى، وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ
الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ
لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ
تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah kalian (wahai
istri-istri Nabi) menetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian
bertabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku)
seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya
Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait
(istri-istri Nabi) dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. al-Ahzaab: 33)
Dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
wanita adalah aurat, maka jika dia keluar (rumah) setan akan
mengikutinya (menghiasainya agar menjadi fitnah bagi laki-laki), dan
keadaanya yang paling dekat dengan Rabbnya (Allah ) adalah ketika dia
berada di dalam rumahnya.” (HR Ibnu Khuzaimah (no. 1685), Ibnu
Hibban (no. 5599) dan at-Thabrani dalam “al-Mu’jamul ausath” (no. 2890),
dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Mundziri dan
syikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaaditsish shahiihah” (no. 2688))
Syaikh Bakr Abu Zaid ketika menerangkan
hikmah agung diharamkannya tabarruj dalam Islam, beliau berkata, “Adapun
dalam agama Islam maka perbuatan ini (tabarruj) diharamkan, dengan kuat
dan kokohnya keimanan yang menancap dalam hati seorang wanita muslimah,
dalam rangka (mewujudkan) ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam,
serta (dalam rangka) menghiasi diri dengan kesucian dan kemuliaan,
menghindarkan diri dari kehinaan, juga (dalam rangka) menjauhi perbuatan
dosa, memperhitungkan pahala dan ganjaran (dari-Nya), serta takut akan
siksaan-Nya yang pedih. Maka wajib bagi para wanita muslimah untuk
bertakwa kepada Allah dan menjauhi (semua perbuatan) yang dilarang oleh
Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, supaya
mereka tidak ikut serta dalam menyusupkan kerusakan di dalam (tubuh)
kaum muslimin, dengan tersebarnya perbuatan-perbuatan keji, merusak
(moral) anggota keluarga dan rumah tangga, serta merajalelanya perbuatan
zina. Juga supaya mereka tidak menjadi sebab yang mengundang pandangan
mata yang berkhianat dan hati yang berpenyakit (yang menyimpan keinginan
buruk) kepada mereka, sehingga mereka berdosa dan menjadikan orang lain
(juga) berdosa”.(Lihat kitab Hiraasatul Fadhiilah (hal. 105))
4. Tugas dan tanggung jawab kaum wanita, yaitu mendidik dan mengarahkan anak-anak di dalam rumah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ألا كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته، … والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهي مسؤولة عنهم”
“Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin
dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang
dipimpinnya …seorang wanita (istri) adalah pemimpin di rumah suaminya
bagi anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang
(perbuatan) mereka.”(HR. al-Bukhari (no. 2416) dan Muslim (no. 1829))
Tugas dan tanggung jawab ini menunjukkan
agungnya kedudukan dan peran kaum wanita dalam Islam, karena merekalah
pendidik pertama dan utama generasi muda Islam, yang dengan memberikan
bimbingan yang baik bagi mereka, berarti telah mengusahakan perbaikan
besar bagi masyarakat dan umat Islam.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin
berkata, “Sesungguhnya kaum wanita memiliki peran yang agung dan penting
dalam upaya memperbaiki (kondisi) masyarakat, hal ini dikarenakan
(upaya) memperbaiki (kondisi) masyarakat itu ditempuh dari dua sisi,
- Yang pertama,
perbaikan (kondisi) di luar (rumah), yang dilakukan di pasar, mesjid dan
tempat-tempat lainnya di luar (rumah). Yang perbaikan ini didominasi
oleh kaum laki-laki, karena merekalah orang-orang yang beraktifitas di
luar (rumah).
- Yang kedua, perbaikan
di balik dinding (di dalam rumah), yang ini dilakukan di dalam rumah.
Tugas (mulia) ini umumnya disandarkan kepada kaum wanita, karena
merekalah pemimpin/pendidik di dalam rumah.
Oleh karena itu, tidak salah kalau
sekiranya kita mengatakan, bahwa sesungguhnya kebaikan separuh atau
bahkan lebih dari (jumlah) masyarakat disandarkan kepada kaum wanita.
Hal ini dikarenakan dua hal,
1. Jumlah kaum wanita sama dengan jumlah
laki-laki, bahkan lebih banyak dari laki-laki. Ini berarti umat manusia
yang terbanyak adalah kaum wanita, sebagaimana yang ditunjukkan dalam
hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alahi wa salla. Berdasarkan semua
ini, maka kaum wanita memiliki peran yang sangat besar dalam memperbaiki
(kondisi) masyarakat.
2. Awal mula tumbuhnya generasi baru
adalah dalam asuhan para wanita, yang ini semua menunjukkan mulianya
tugas kaum wanita dalam (upaya) memperbaiki masyarakat. (Kitab Daurul
Mar-ati fi ishlaahil Mujtama’ (hal. 3-4))
Bangga Sebagai Wanita Muslimah
Contoh-contah di atas cuma sebagian kecil
dari hukum-hukum syariat yang menggambarkan penghargaan dan pemuliaan
Islam terhadap kaum perempuan. Oleh karena itulah, seorang wanita
muslimah yang telah mendapatkan anugerah hidayah dari Allah untuk
berpegang teguh dengan agama ini, hendaklah dia merasa bangga dalam
menjalankan hukum-hukum syariat-Nya. Karena dengan itulah dia akan
meraih kemuliaan yang hakiki di dunia dan akhirat, dan semua itu jauh
lebih agung dan utama dari pada semua kesenangan duniawi yang
dikumpulkan oleh manusia.
Allah berfirman,
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah
dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka (orang-orang yang beriman)
bergembira (berbangga), kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih
baik dari apa (kemewahan duniawi) yang dikumpulkan (oleh manusia)’.” (QS. Yunus: 58)
“Karunia Allah” dalam ayat ini ditafsirkan oleh para ulama ahli tafsir dengan “keimanan kepada-Nya”, sedangkan “Rahmat Allah” ditafsirkan dengan “al-Qur’an“. (Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Miftahu Daaris Sa’aadah (1/227))
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman dalam surat al-Munaafiqun ayat 8,
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan kemuliaan (yang sebenarnya) itu
hanyalah milik Allah, milik Rasul-Nya dan milik orang-orang yang
beriman, akan tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.”
Dalam ucapannya yang terkenal Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu
berkata, “Dulunya kita adalah kaum yang paling hina, kemudian Allah
memuliakan kita dengan agama Islam, maka kalau kita mencari kemuliaan
dengan selain agama Islam ini, pasti Allah akan menjadikan kita hina dan
rendah.”( Riwayat Al Hakim dalam “Al Mustadrak” (1/130), dinyatakan
shahih oleh Al Hakim dan disepakati oleh Adz Dzahabi)
Penutup
Dalam al-Qur’an Allah Yang Maha Adil dan
Bijaksana telah menjelaskan sebab untuk meraih kemuliaan yang hakiki di
dunia dan akhirat bagi laki-laki maupun perempuan, yang sesuai dengan
kondisi dan kodrat masing-masing.
Renungkanlah ayat yang mulia berikut ini,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain(wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Maka Wanita
yang shaleh adalah wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri
ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (memberi
taufik kepadanya).” (QS. an-Nisaa’: 34)
Semoga Allah menjadikan tulisan ini
bermanfaat dan sebagai nasehat bagi para wanita muslimah untuk kembali
kepada kemuliaan mereka yang sebenarnya dengan menjalankan petunjuk
Allah Ta’ala dalam agama Islam.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Tanggal : 25 Syawwal 1430 H
Penulis : Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar